Valentine day , sebuah hari pemodohan umat
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” (Q.S.AL-ISRO :36)
Valentine Day, begitulah kita menyebutnya. Sebuah hari yang dicitrakan sebagai hari ‘kasih-sayang’ oleh orang-orang yang berkepentingan. Valentine memang sudah menjadi fenomena tersendiri dikalangan muda-mudi kita di Nusantara. Tak hanya kaum muda Nasrani, bahkan sebagian kaum muda muslim pun ikut berpesta pora merayakan hari kematian Santo Valentinus tersebut.
Dibanyak Negara, tak terkecuali Indonesia Valentine mempunyai daya tarik tersendiri bagi kaula muda. Pencitraan sebagai hari kasih-sayang dijadikan dalil dalam merayakan hari tersebut. Pencitraan itupun kemudian dikesankan, bahwa cinta itu erat berhubungan dengan bulan Februari, coklat, kartu selamat dan ngedate. Bahkan oleh sebagian dijadikan moment sebagai ‘pembuktian cinta’ berskala serba terbuka.
Memang, banyak diantara kaula muda yang hanya melihat sebuah fenomena dengan kaca mata sederhana. Hingga mereka hanya ikut dalam arus yang ada tanpa berfikir kritis darimana dan mengapa momen itu tercipta. Mereka hanya melihat momen yang dikesankan indah oleh orang berkepentingan. Mengapa disebut berkepentingan? Karena moment Valentine yang dicitrakan sebagai hari kasih-sayang ini sarat kepentingan.
Salahsatunya kepentingan ekonomis. Bagi kaum kapitalis, moment valentine merupakan lumbung subur bisnis di bulan Februari. Karena mereka punya kepentingan ekonomis didalam pencitraan itu. Maka bisa dilihat, diberbagai media Valentine dijadikan ‘umpan’ bagi para kaula muda. Dimulai iklan Televisi, Radio, Majalah, Koran, Spanduk dan berbagai Reklame terpampang secara berkala bak serangan gerilya dalam peperangan.
Valentine; Lumbung Bisnis Kaum Kapitalis
Motiv niaga atau bisnis ini menjadi alasan utama kaum kapitalis karena menguntungkan, mereka merasa perlu memanfaatkan Valentine sebagai umpan bisnis. Hingga kemudian dibuat dan dikemas menjadi menarik. Disitulah, pencitraan Valentine sebagai hari kasih-sayang menjadi agenda utama kaum kapitalis dan orang-orang yang tak bertanggung jawab. Mereka dikatakan tidak bertanggung jawab karena hanya melihat keuntungan materil semata, tidak menilai dan melihat aspek lain untuk dipertimbangkan. Mereka tidak mau tau, apakah Valentine merusak akidah (kepercayaan) kaula muda Islam sebagai mayoritas di Nusantara, apakah perayaan Valentine mempunyai keuntungan terhadap kemajuan moral bangsa atau tidak. Mereka sama sekali tidak memiliki pemikiran kearah itu, yang ada hanya bagaimana bisnis mereka bisa menguntungkan seuntung-untungnya dan orang suka dengan produk tersebut.
Selama ini, kaum muda muslim telah diperdaya dengan agenda setting kebohongan Valentine. Pencitraan terhadap public sangat intens, sehingga public langsung bisa percaya tanpa ada tanda-tanya. Dan ini perlu pelurusan.
Dengan melihat fenomena diatas, kita akan tersadar bahwa kita tengah berada dilapangan peperangan. Peperangan yang berlapangan pemikiran yang bersenjatakan argumen-argumen jitu dalam menyerang. Perang itu bukan perang fisik, namun perang pergulatan ideologis. Fenomena Valentine termasuk agenda perang pemikiran masa kini. Banyak pihak yang apriori terhadap masalah ini, mereka menganggap Valentine merupakan Fenomena social yang terjadi seperti fenomena-fenomena yang lain. Tidak perlu dipersoalkan. Tidak mau repot berpikir kritis. Padahal jika kita lihat aspek-aspek yang lain, maka akan kita dapati beragam macam keganjilan sebagai sebuah kebohongan yang disetting.
Valentine; Pembodohan Atas Nama Cinta
Valentine perlu dicermati serta dikritisi, seperti darimana sebabnya Valentine bisa dinamakan kasih sayang? Toh ketika memakai pendekatan bahasa, baik secara etimologi bahkan terminology sekalipun, kasih-sayang dan Valentine tidak punya kausalitas linguistik. Lebih jauh lagi jika kita kaji lewat pendekatan historis (sejarah), kita tidak akan pernah mendapati bahwa Valentine Day yang selalu dikaitkan dengan hari kasih-sayang memiliki mata rantai sejarah dengan cinta dan kasih sayang. Justru yang ada, pada tanggal 14 Februari memiliki muatan Teologis praktis dengan ritualitas Paganisme Romawi Kuno yang diadopsi oleh kaum Kristen yang hendak memasuki bangsa adidaya kala itu.
Berawal dari ritual perayaan Lupercalia Bangsa Romawi Kuno, embrio Valentine tercipta. Akulturasi perayaan Lupercalia dilakukan Kaum Kristen sebagai wasilah agar agama mereka dapat diterima masyarakat Romawi kala itu. Dengan berbagai eksplorasi, akhirnya Kaum Nasrani mempunyai jalan agar ritual itu tetap berjalan namun dengan landasan teologis mereka. Tanggal 14 sendiri dipilih karena memiliki sejarah kelam tentang kematian Santo Valentinus Sang Pendeta yang dihukum gantung karena enggan mengakui tuhan-tuhan Bangsa Romawi. Dia tetap bersikukuh mempercayai ketuhanan Yesus. Sang Raja Romawi pun menghukumnya.
Valentine dan Keruksakan Moral Bangsa
Seperti yang telah disinggung diatas, pencitraan Valentine sebagai hari Cinta dan Kasih-sayang memiliki dampak yang begitu serius terhadap keberlangsungan moralitas bangsa. Pasalnya, pencitraan tersebut cenderung menyalah gunakan nama cinta. Malam valentine selalu dijadikan momen hura-hura serta pesta pora. Hingga sebagai ajang pembuktian cinta serba terbuka, dalam hal ini kaula muda menjadikan momen aktivitas seksual atas nama pembuktian cinta. Tidak sedikit remaja perempuan yang rela memberikan keperawanannya atas nama cinta. Dan ini menjadi masalah serius bagi keberlangsungan moral bangsa. Jika terus dibiarkan, maka nilai yang dianggap salah sekalipun akan dianggap biasa-biasa saja karena dibiasakan. Dan disinilah peran pemerintah diuji.
Sejauh mana pemerintah dapat melindungi hak-hak warga negaranya. Terlebih generasi muda muslim sebagai mayoritas. Bila selama ini, banyak pihak yang selalu mengumandangkan sesuatu atas nama HAM. Maka umat Islam, dalam hal ini para kaula muda Islam memiliki hak yang sama untuk dilindungi dari kecacatan Spiritual dan Moral dari pencitraan sesat Valentine Day sebagai hari Cinta dan Kasih-sayang. Wallahu a’lam
Alan Ruslan Huban (Bidgar Da’wah PC PEMUDA PERSIS Cibatu, Mahasiswa STID Mohammad Natsir Jakarta)
sumber :http://www.eramuslim.com/suara-kita/pemuda-mahasiswa/alan-ruslan-huban-mahasiswa-stid-mohammad-natsir-valentine-day-sebuah-pembodohan-umat-atas-nama-cinta.htm
Valentine Day, begitulah kita menyebutnya. Sebuah hari yang dicitrakan sebagai hari ‘kasih-sayang’ oleh orang-orang yang berkepentingan. Valentine memang sudah menjadi fenomena tersendiri dikalangan muda-mudi kita di Nusantara. Tak hanya kaum muda Nasrani, bahkan sebagian kaum muda muslim pun ikut berpesta pora merayakan hari kematian Santo Valentinus tersebut.
Dibanyak Negara, tak terkecuali Indonesia Valentine mempunyai daya tarik tersendiri bagi kaula muda. Pencitraan sebagai hari kasih-sayang dijadikan dalil dalam merayakan hari tersebut. Pencitraan itupun kemudian dikesankan, bahwa cinta itu erat berhubungan dengan bulan Februari, coklat, kartu selamat dan ngedate. Bahkan oleh sebagian dijadikan moment sebagai ‘pembuktian cinta’ berskala serba terbuka.
Memang, banyak diantara kaula muda yang hanya melihat sebuah fenomena dengan kaca mata sederhana. Hingga mereka hanya ikut dalam arus yang ada tanpa berfikir kritis darimana dan mengapa momen itu tercipta. Mereka hanya melihat momen yang dikesankan indah oleh orang berkepentingan. Mengapa disebut berkepentingan? Karena moment Valentine yang dicitrakan sebagai hari kasih-sayang ini sarat kepentingan.
Salahsatunya kepentingan ekonomis. Bagi kaum kapitalis, moment valentine merupakan lumbung subur bisnis di bulan Februari. Karena mereka punya kepentingan ekonomis didalam pencitraan itu. Maka bisa dilihat, diberbagai media Valentine dijadikan ‘umpan’ bagi para kaula muda. Dimulai iklan Televisi, Radio, Majalah, Koran, Spanduk dan berbagai Reklame terpampang secara berkala bak serangan gerilya dalam peperangan.
Valentine; Lumbung Bisnis Kaum Kapitalis
Motiv niaga atau bisnis ini menjadi alasan utama kaum kapitalis karena menguntungkan, mereka merasa perlu memanfaatkan Valentine sebagai umpan bisnis. Hingga kemudian dibuat dan dikemas menjadi menarik. Disitulah, pencitraan Valentine sebagai hari kasih-sayang menjadi agenda utama kaum kapitalis dan orang-orang yang tak bertanggung jawab. Mereka dikatakan tidak bertanggung jawab karena hanya melihat keuntungan materil semata, tidak menilai dan melihat aspek lain untuk dipertimbangkan. Mereka tidak mau tau, apakah Valentine merusak akidah (kepercayaan) kaula muda Islam sebagai mayoritas di Nusantara, apakah perayaan Valentine mempunyai keuntungan terhadap kemajuan moral bangsa atau tidak. Mereka sama sekali tidak memiliki pemikiran kearah itu, yang ada hanya bagaimana bisnis mereka bisa menguntungkan seuntung-untungnya dan orang suka dengan produk tersebut.
Selama ini, kaum muda muslim telah diperdaya dengan agenda setting kebohongan Valentine. Pencitraan terhadap public sangat intens, sehingga public langsung bisa percaya tanpa ada tanda-tanya. Dan ini perlu pelurusan.
Dengan melihat fenomena diatas, kita akan tersadar bahwa kita tengah berada dilapangan peperangan. Peperangan yang berlapangan pemikiran yang bersenjatakan argumen-argumen jitu dalam menyerang. Perang itu bukan perang fisik, namun perang pergulatan ideologis. Fenomena Valentine termasuk agenda perang pemikiran masa kini. Banyak pihak yang apriori terhadap masalah ini, mereka menganggap Valentine merupakan Fenomena social yang terjadi seperti fenomena-fenomena yang lain. Tidak perlu dipersoalkan. Tidak mau repot berpikir kritis. Padahal jika kita lihat aspek-aspek yang lain, maka akan kita dapati beragam macam keganjilan sebagai sebuah kebohongan yang disetting.
Valentine; Pembodohan Atas Nama Cinta
Valentine perlu dicermati serta dikritisi, seperti darimana sebabnya Valentine bisa dinamakan kasih sayang? Toh ketika memakai pendekatan bahasa, baik secara etimologi bahkan terminology sekalipun, kasih-sayang dan Valentine tidak punya kausalitas linguistik. Lebih jauh lagi jika kita kaji lewat pendekatan historis (sejarah), kita tidak akan pernah mendapati bahwa Valentine Day yang selalu dikaitkan dengan hari kasih-sayang memiliki mata rantai sejarah dengan cinta dan kasih sayang. Justru yang ada, pada tanggal 14 Februari memiliki muatan Teologis praktis dengan ritualitas Paganisme Romawi Kuno yang diadopsi oleh kaum Kristen yang hendak memasuki bangsa adidaya kala itu.
Berawal dari ritual perayaan Lupercalia Bangsa Romawi Kuno, embrio Valentine tercipta. Akulturasi perayaan Lupercalia dilakukan Kaum Kristen sebagai wasilah agar agama mereka dapat diterima masyarakat Romawi kala itu. Dengan berbagai eksplorasi, akhirnya Kaum Nasrani mempunyai jalan agar ritual itu tetap berjalan namun dengan landasan teologis mereka. Tanggal 14 sendiri dipilih karena memiliki sejarah kelam tentang kematian Santo Valentinus Sang Pendeta yang dihukum gantung karena enggan mengakui tuhan-tuhan Bangsa Romawi. Dia tetap bersikukuh mempercayai ketuhanan Yesus. Sang Raja Romawi pun menghukumnya.
Valentine dan Keruksakan Moral Bangsa
Seperti yang telah disinggung diatas, pencitraan Valentine sebagai hari Cinta dan Kasih-sayang memiliki dampak yang begitu serius terhadap keberlangsungan moralitas bangsa. Pasalnya, pencitraan tersebut cenderung menyalah gunakan nama cinta. Malam valentine selalu dijadikan momen hura-hura serta pesta pora. Hingga sebagai ajang pembuktian cinta serba terbuka, dalam hal ini kaula muda menjadikan momen aktivitas seksual atas nama pembuktian cinta. Tidak sedikit remaja perempuan yang rela memberikan keperawanannya atas nama cinta. Dan ini menjadi masalah serius bagi keberlangsungan moral bangsa. Jika terus dibiarkan, maka nilai yang dianggap salah sekalipun akan dianggap biasa-biasa saja karena dibiasakan. Dan disinilah peran pemerintah diuji.
Sejauh mana pemerintah dapat melindungi hak-hak warga negaranya. Terlebih generasi muda muslim sebagai mayoritas. Bila selama ini, banyak pihak yang selalu mengumandangkan sesuatu atas nama HAM. Maka umat Islam, dalam hal ini para kaula muda Islam memiliki hak yang sama untuk dilindungi dari kecacatan Spiritual dan Moral dari pencitraan sesat Valentine Day sebagai hari Cinta dan Kasih-sayang. Wallahu a’lam
Alan Ruslan Huban (Bidgar Da’wah PC PEMUDA PERSIS Cibatu, Mahasiswa STID Mohammad Natsir Jakarta)
sumber :http://www.eramuslim.com/suara-kita/pemuda-mahasiswa/alan-ruslan-huban-mahasiswa-stid-mohammad-natsir-valentine-day-sebuah-pembodohan-umat-atas-nama-cinta.htm
0 komentar:
Posting Komentar